Klub Baca Sebagai Jawaban Kegelisahan Hati
Sebagai seorang guru saya banyak mengamati kebiasaan murid, terutama murid di lingkungan saya mengajar. Dari sekian ratus murid hanya beberapa gelintir murid yang gemar menempuh jalan sunyi dengan membaca. Hanya sedikit murid yang hobi melahap lembar demi lembar buku bacaan di sela-sela waktu senggang mereka. Selebihnya murid lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengobrol, menonton, atau jalan-jalan ke mal.
Hal ini tentu membuat saya gelisah. Bagaimana mungkin budaya literasi sebagai budaya masyarakat maju bisa diterapkan bila minat baca murid tergolong rendah. Apa yang harus saya lakukan untuk mengubah keadaan ini?
Menyalakan lilin lebih efektif untuk memerangi kegelapan dibandingkan bila saya hanya mengeluh dan mengeluh. Itu sangat saya pahami kebenarannya. Mulai mendekatkan murid dengan buku adalah langkah pertama yang perlu dilakukan. Baiklah, saya mulai berburu buku-buku yang menarik untuk dibahas di kelas. Beberapa kali secara sengaja saya membawa buku untuk dibedah saat jam pelajaran. Tema-tema yang dekat dengan kehidupan remaja saya angkat dari buku tersebut. Respon positif mulai saya dapatkan. Walapupun murid belum mau membaca secara langsung, namun setitik harapan mulai saya temukan.Lagkah kedua yang saya lakukan adalah mulai memberikan tugas membaca bagi murid. Saya ajak mereka berkunjung ke perpustakaan sekolah dan memilih buku yang mereka sukai. Selanjutnya mereka saya minta membaca buku tersebut dan menceritakan isinya di depan kelas. Beberapa di antara mereka dapat secara lancar menjelaskan isi bku yang mereka baca, namun beberapa hanya mampu menjelaskan dengan potongan-potongan kalimat yang sederhana. Tidak masalah, kemampuan menyampaikan isi pikiran toh dapat dipelajari dan dibiasakan.
Langkah ketiga adalah pembentukan ekstrakurikuler jurnalistik di sekolah. Ekstrakurikuler ini erat kaitannya dengan dunia tulis menulis dan baca membaca. Di luar dugaan, ternyata peminatnya cukup banyak. Untuk sebuah ekstrakurikuler yang baru dirilis, 25 peserta yang berminat sudah termasuk kategori membanggakan. Demikianlah setiap Kamis sore sekolah pun mulai semarak dengan kegiatan membaca dan menulis. Apresiasi dari media massa lokal yang meliput kegiatan peserta ekstrakurikuler jurnalistik membuat semangat mereka untuk membaca dan menulis pun semakin membara.
Langkah keempat, saya membentuk klub baca di sekolah. Hastag ONE WEEK, ONE BOOK mulai saya perkenalkan di berbagai jejaring sosial yang saya ikuti. Murid-murid pun penasaran bertanya tentang klub baca yang saya bentuk. Satu per satu mereka mulai menyatakan diri untuk bergabung dengan klub baca. Setiap pekan kami akan menentukan tema buku yang harus dibaca dan membahasnya bersama-sama. Biography Week berarti dalam pekan tersebut mereka semua membaca buku biografi tokoh yang meraka kagumi. Mereka bebas memilih siapapun tokohnya. Buku yang dibaca pun tidak harus mereka beli sendiri. Mereka dapat memanfaatkan pinjaman dari perpustakaan atau teman. Di saat pertemuan, setiap anggota Klub Baca menceritakan isi buku yang mereka baca. Anggota Klub Baca yang lain boleh mengajukan pertanyaan dan ikut mengupas isi buku berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki.
Ke depannya saya berharap Klub Baca ini dapat berkembang pesat dengan jumlah anggota yang semakin banyak. Alangkah indahnya bila tiap murid menikmati buku bacaan mereka seperti mereka menikmati sepotong permen yang enak rasanya. Alangkah indahnya bila pemandangan di selasar kelas adalah sekumpulan murid yang sibuk dengan buku bacaannya masing-masing. Alangkah indahnya bila sekumpulan murid memiliki kebiasaan mendiskusikan bersama teman-temannya isi buku bacaan yang mereka lahap.
Semoga...



Komentar
Posting Komentar